ZAKAT PETERNAKAN
Syarat zakat ternak :
·
Sampai haul
·
Mencapai nishab
·
Digembalakan dan mendapat makanan di lapangan
tempat penggembalaan terbuka
·
Tidak dipekerjakan
·
Tidak boleh memberikan ternak yang cacat dan tua
(ompong)
·
Pembiayaan untuk operasional ternak dapat
mengurangi dan menggugurkan zakat ternak.
ZAKAT PERNIAGAAN
Ketentuan :
·
Telah mencapai haul
·
Mencapai nishab 85 gr emas
·
Besar zakat 2,5 %
·
Dapat dibayar dengan barang atau uang
·
Berlaku untuk perdagangan secara individu atau
badan usaha ( CV, PT, koperasi)
·
Cara Hitung : Zakat Perdagangan = ( Modal yang
diputar + keuntungan + piutang yang dapat dicairkan ) – (hutang-kerugian) x
2,5%
ZAKAT SIMPANAN
Uang simpanan dikenakan zakat dari jumlah saldo akhir bila
telah mencapai haul. Besarnya nisab senilai 85 gr emas.
Besar zakat yang harus dikeluarkan 2,5 %
·
Zakat simpanan Tabungan, Saldo akhir : saldo
akhir – Bagi hasil/bunga Besarnya zakat :
2,5 % x saldo
akhir
·
Zakat Simpanan Deposito, Penghitungan sama
dengan zakat simpanan Tabungan.
ZAKAT HADIAH
Jika hadiah tersebut terkait dengan gaji maka ketentuannya
sama dengan zakat profesi dan dikeluarkan pada saat menerima hadiah.Besar Zakat
yang dikeluarkan 2.5%.
Jika komisi, terdiri dari 2 bentuk :Pertama, jika komisi dari hasil prosentasi keuntungan perusahaan kepada pegawai, maka zakat yang dikeluarkan sebesar 10%.Kedua, jika komisi dari hasil profesi misalnya makelar, maka zakatnya seperti zakat profesi.
Jika hibah :Pertama, jika sumber hibah tidak diduga – duga maka zakat yang dikeluarkan sebesar 20%.Kedua, jika sumber hibah sudah diduga dan diharapkan, maka hibah tersebut digabungkan dengan kekayaan yang ada, zakat yang dikeluarkan sebesar 2.5%.
Jika komisi, terdiri dari 2 bentuk :Pertama, jika komisi dari hasil prosentasi keuntungan perusahaan kepada pegawai, maka zakat yang dikeluarkan sebesar 10%.Kedua, jika komisi dari hasil profesi misalnya makelar, maka zakatnya seperti zakat profesi.
Jika hibah :Pertama, jika sumber hibah tidak diduga – duga maka zakat yang dikeluarkan sebesar 20%.Kedua, jika sumber hibah sudah diduga dan diharapkan, maka hibah tersebut digabungkan dengan kekayaan yang ada, zakat yang dikeluarkan sebesar 2.5%.
ZAKAT FITRAH
Ketentuan :
Besarnya zakat fitrah adalah 2.5 kg Atau menurut Abu
Hanifah, boleh membayarkan sesuai dengan harga makanan pokok
Orang yang wajib membayar zakat fitrah adalah Semua muslim tanpa membedakan laki-laki dan perempuan, bayi, anak-anak dan dewasa, kaya atau miskin (yang mempunyai makanan pokok lebih dari sehari)
Waktu mengeluarkan zakat fitrah : Boleh diberikan awal bulan Ramadhan, tetapi wajibnya zakat fitrah diberikan menjelang Sholat Idul Fitri atau tenggelamnya matahari di akhir bulan Ramadhan
Orang yang wajib membayar zakat fitrah adalah Semua muslim tanpa membedakan laki-laki dan perempuan, bayi, anak-anak dan dewasa, kaya atau miskin (yang mempunyai makanan pokok lebih dari sehari)
Waktu mengeluarkan zakat fitrah : Boleh diberikan awal bulan Ramadhan, tetapi wajibnya zakat fitrah diberikan menjelang Sholat Idul Fitri atau tenggelamnya matahari di akhir bulan Ramadhan
Cara Membayar Fidyah :
Fidyah dibayarkan bagi orang yang berhalangan (udzur) yang
dibolehkan secara syar’i(sakit, sudah sepuh, dll). Pembayaran fidyah sesuai
dengan jumlah hari tidak puasa dikalikan dengan biaya makan sehari-hari.
ZAKAT EMAS & PERAK
Ketentuan :
·
Mencapai haul
·
Mencapai nishab, 85 gr emas murni atau 595 gr
perak
·
Besar zakat 2,5 %
·
Besar zakat emas
·
Jika emas/perak tidak dipakai atau dipakainya
hanya setahun sekali Zakat emas/perak = emas yang dimiliki x harga emas x 2,5 %
·
Jika emas/perak dipakai Zakat emas/perak = (emas
yang dimiliki – emas yang dipakai) x harga emas x 2,5 %
ZAKAT PROFESI
Banyak masyarakat menanyakan tentang hukum zakat profesi.
Sebagian kalangan menyatakan bahwa zakat profesi tidak ada dalam Islam, karena
tidak ada dalil yang menjelaskannya. Sebagian lain mengatakan bahwa zakat
profesi terdapat dalam Islam. Bagaimana sebenarnya . Tulisan di bawah ini
menjelaskannya :
Pengertian Zakat Profesi
Yang dimaksud dengan zakat profesi adalah zakat dari
penghasilan atau pendapatan yang di dapat dari keahlian tertentu, seperti
dokter, arsitek, guru, penjahit, da’I, mubaligh, pengrajin tangan, pegawai
negri dan swasta. Penghasilan seperti ini di dalam literatur fiqh sering disebut
dengan al- mal al mustafad ( harta yang didapat ).
Sebagian kalangan yang berpendapat bahwa zakat profesi itu
tidak terdapat dalam ajaran Islam, mengatakan bahwa zakat profesi tidak ada
pada zaman Rasulullah, yang ada adalah zakat mal ( zakat harta ). Kalau kita
renungkan, sebenarnya zakat profesi dengan zakat mal itu hakikatnya sama, hanya
beda dalam penyebutan. Karena siapa saja yang mempunyai harta dan memenuhi
syarat-syaratnya, seperti lebih dari nishab dan berlangsung satu tahun, maka
akan terkena kewajiban zakat. Baik harta itu didapat dari hadiah, hasil suatu
pekerjaan ataupun dari sumber-sumber lain yang halal.
Sebagian kalangan yang mengingkari adanya zakat profesi
disebabkan mereka tidak setuju dengan cara penghitungannya yang mengqiyaskan
zakat profesi dengan zakat pertanian. Padahal para ulama yang mewajibkan zakat
profesi berbeda pendapat di dalam cara penghitungannya, tidak semuanya
mengqiyaskan dengan zakat pertanian. Kalau mereka tidak setuju dengan satu
cara, mestinya bisa memilih cara lain yaitu dengan mengqiyaskan dengan zakat
emas, dan tidak perlu menolak mentah-mentah zakat profesi.
Dasar Zakat Profesi
Adapun dasar diwajibkan zakat profesi adalah firman Allah
swt :
” Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang – orang
yang meminta dan orang-orang miskin yang tidak mendapatkan bagian . ” ( Qs Adz
Dzariyat : 19 )
Hal ini dikuatkan dengan firman Allah swt :
” Wahai orang-orang yang beriman bersedekahlah (
keluarkanlah zakat ) dari apa yang baik- baik dari apa yang kalian usahakan “(
Qs Al Baqarah : 267 )
Dalam Muktamar Internasional Pertama tentang Zakat di
Kuwait pada tanggal 29 Rajab 1404 H, yang bertepatan dengan tanggal 30 April
1984 M, para peserta sepakat akan wajibnya zakat profesi jika sampai pada
nishab, walaupun mereka berbeda pendapat tentang cara pelaksanaannya.
Pembagian Harta Penghasilan
Harta penghasilan bisa dibedakan menjadi dua bagian :
Pertama : Penghasilan yang berkembang dari kekayaan lain,
misalnya uang hasil panen padi, dan telah dikeluarkan zakatnya 5% atau 10 %, maka
harta tersebut tidak perlu dizakati kembali pada tahun yang sama, karena harta
asalnya sudah dizakati, hal ini untuk mencegah terjadinya dua kali zakat.
Kedua : Penghasilan yang berasal dari pekerjaan tertentu
yang belum dizakati, seperti gaji, upah, honor dan sejenisnya. Maka harta
tersebut harus terkumpul selama satu tahun dan dikurangi kebutuhan pokok. Jika
sampai nishab, maka wajib dikeluarkan zakatnya 2,5 % menurut pendapat yang
lebih benar.
Ketentuan Zakat Profesi
Para ulama berbeda pendapat di dalam menentukan cara
mengeluarkan zakat profesi :
Pendapat Pertama : zakat profesi ketentuannya
diqiyaskan kepada zakat perdagangan, artinya nishab, kadar dan waktu
mengeluarkannya sama dengan zakat perdagangan. Nishabnya senilai 85 gram emas,
kadarnya 2,5 persen dan waktu mengeluarkan setahun sekali setelah dikurangi
kebutuhan pokok.
Sebagai contoh : Seorang pegawai swasta berpenghasilan
setiap bulannya Rp. 10.000.000,- Kebutuhan pokoknya Rp. 3.000.000,- maka cara
penghitungan zakatnya adalah :
Rp.10.000.000, – Rp.3.000.000,- = Rp.7.000.000,-
Rp.7.000.000,- X 12 bulan = Rp 84.000.000,-
Rp. 84.000.000 X 2,5 % = 2.100.000 pertahun atau 175.000
perbulan.
Pendapat kedua : zakat profesi diqiyaskan kepada zakat pertanian. Artinya setiap orang yang mendapatkan uang dari profesinya langsung dikeluarkan zakatnya, tanpa menunggu satu tahun terlebih dahulu. Tetapi besarnya mengikuti zakat emas, yaitu 2,5 %.
Contoh : Seorang pegawai swasta berpenghasilan setiap
bulannya Rp. 3.000.000,-, maka cara penghitungan zakatnya adalah :
Rp. 3.000.000 X 2,5 % = 7.500,-
Jika di jumlah dalam satu tahun berarti : Rp. 7.500,- X 12
= Rp. 90.000,-
Kalau kita perhatikan contoh di atas, ada beberapa catatan
yang perlu mendapatkan perhatian :
Pertama : uang yang berjumlah Rp. 3.000.000,- tersebut
langsung terkena zakat, walaupun secara teori belum sampai pada batasan nishob,
20 Dinar = 85 gram emas = Rp. 42.500.000,-. Mereka mengqiyaskan dengan zakat
pertanian, yaitu setiap panen harus dikeluarkan zakatnya.
Kedua : di sisi lain mereka tidak memperhitungkan nishab,
padahal jika mau mengqiyaskan dengan zakat pertanian, harus ditentukan
nishabnya terlebih dahulu, yaitu 5 wasaq = 653 kg.
Ketiga : di sisi lain juga, mereka menentukan besaran uang
zakat profesi yang harus dikeluarkan dengan mengqiyaskan kepada zakat emas,
yaitu 2,5 %. Disinilah letak kerancuannya karena mereka mengqiyaskan zakat
profesi kepada dua hal, pertama : mengqiyaskan kepada zakat pertanian dalam
tata cara pengeluarannya dan mengqiyaskan kepada zakat emas dalam menentukan
besaran uang yang dizakati.
Ditambah lagi, ketika mengqiyaskan zakat profesi kepada
zakat pertanian, mereka juga tidak konsisten, karena tidak menentukan nishab,
padahal zakat pertanian itu ada ketentuan nishabnya.
Tentunya pendapat kedua ini sangat lemah dari sisi dalil
dan sangat merugikan dan membebani para pegawai, khususnya yang berpenghasilan
pas-pasan.
Tetapi justru inilah yang banyak diterapkan di
lembaga-lembaga pemerintahan dan swasta. Mereka dipotong gajinya sebanyak 2,5 %
tiap bulannya, padahal sebagian pegawai ada yang gajinya tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Walaupun hal ini menguntungkan fakir
miskin, tetapi merugikan dan mendhalimi pegawai yang gajinya
pas-pasan.
Kesimpulan :
Dari keterangan di atas, bisa kita simpulkan bahwa zakat
profesi diakui oleh syariah dan mempunyai landasan dari al-Qur’an dan sunnah
sebagaimana yang tersebut di atas. Zakat profesi hanya sebuah istilah, kalau
tidak setuju dengan istilah ini, bisa menyebutnya dengan zakat maal.
Adapun cara pengeluarannya dan besaran uang yang harus
dikeluarkan dari zakat profesi ini mengikuti tata cara dan besaran dalam zakat
emas, dan harus sudah melalui waktu satu tahun. Wallahu A’lam.
ZAKAT PERKEBUNAN
PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
DAN KARET
Zakat kelapa sawit dan karet tidak dijelaskan di dalam
al-Qur’an dan hadist, oleh karenanya, para ulama berbeda pendapat di dalam
menyikapinya :
Pendapat Pertama : Bahwa kelapa sawit dan karet
termasuk dalam kategori zakat pertanian, sebagaimana pendapat Abu Hanifah yang
mewajibkan zakat bagi seluruh yang keluar dari muka bumi, dan tidak disyaratkan
haul (berlangsung satu tahun) dan nishab, artinya sedikit dan banyak harus
dizakati.
Dasarnya sebagai berikut :
Pertama : Firman Allah :
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan
Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang
Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang
buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau
mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah,
bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (Qs. al-Baqarah : 267)
Kedua : Firman Allah :
“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan
yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya,
zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya).
makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila Dia berbuah, dan
tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir
miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang yang berlebih-lebihan.” (Qs. al-An’am : 141)
Ketiga : Sabda Rasulullah :
“Dari Salim Ibnu Abdullah, dari ayahnya r.a, bahwa Nabi
Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Tanaman yang disiram dengan air hujan
atau dengan sumber air atau dengan pengisapan air dari tanah, zakatnya
sepersepuluh, dan tanaman yang disiram dengan tenaga manusia, zakatnya
seperduapuluh.” Riwayat Bukhari. Menurut riwayat Abu Dawud: “Bila tanaman ba’al
(tanaman yang menyerap air dari tanah), zakatnya sepersepuluh, dan tanaman yang
disiram dengan tenaga manusia atau binatang, zakatnya setengah dari
sepersepuluh (1/20).”
Berdasarkan ayat-ayat dan hadist di atas, maka kelapa sawit
dan karet wajib dikeluarkan zakat darinya setiap panen berapapun jumlahnya dan
tidak perlu menunggu satu tahun.
Adapun jumlah yang harus dizakati adalah 5% jika ada
perawatan seperti penyiraman dan pemberian pupuk. Jika tumbuhnya karena siraman
air hujan tanpa ada perawatan yang berarti, maka zakatnya adalah 10%.
Contoh : Pak Umar mempunyai kebun kelapa sawit dan hasil
panennya sebanyak 30.000 kg dan harga Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit yang
sudah berumur 10 tahun adalah Rp. 2000,-/ kg. Maka cara menghitung zakatnya
adalah sebagai berikut : Hasil panen 30.000 kg X Rp. 2000,- = Rp. 60.000.000,-.
Jadi zakat yang harus dikeluarkan adalah : Rp.60.000.000,- X 5% (karena
menggunakan perairan sendiri dan pupuk) = Rp. 3.000.000,-
Pendapat Kedua : Bahwa perkebunan kelapa sawit dan karet
tidak termasuk zakat pertanian, karena tidak disebutkan di dalam hadist dan
tidak pula termasuk makanan pokok. Tetapi jika perkebunan kelapa sawit dan
karet ini dijual, maka termasuk dalam zakat perdagangan dan wajib dikeluarkan
2,5% dari aset yang ada, dengan syarat terpenuhi nishab seharga 85 gram emas
dan berlaku satu tahun.
Contoh : Pak Umar mempunyai kebun kelapa sawit dan hasil
panennya selama satu tahun adalah 30.000 kg, sedangkan harga Tanda Buah Segar
(TBS) kelapa sawit yang sudah berumur 10 tahun adalah Rp. 2000,-/ kg. Nishobnya
adalah 85 gram emas = Rp.42.500.000 Maka cara menghitung zakatnya adalah
sebagai berikut : Hasil panen 30.000 kg X Rp. 2000,- = Rp.60.000.000,-. Artinya
bahwa hasil panen kelapa sawit tersebut sudah terkena zakat karena melebihi
nishob. Jadi zakat yang harus dikeluarkan adalah : Rp.60.000.000,- X 2,5 % =
Rp. 1.500.000,- setiap tahunnya.
Kesimpulan
Dari dua pendapat di atas, kita bisa melihat bahwa pendapat
pertama cenderung menguntungkan fakir miskin dan membebani pemilik harta,
sedangkan pendapat kedua lebih memperhatikan kedua belah pihak, menguntungkan
fakir miskin tapi juga menjaga hak pemilik harta, sehingga terjadi keseimbangan
antara keduanya, dan ini lebih dekat dengan nilai yang terkandung dalam Syariat
Islam. Wallahu A’lam.